Penurunan Kematian Ibu dan Bayi di Jabar tidak Signifikan

Jumlah kematian ibu dan bayi di Jawa Barat setiap tahun menurun meski tidak signifikan dan masih di peringkat ketiga setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun demikian, capaian Jabar masih jauh dari target nasional Millennium Development Goals karena kurangnya kesadaran pemerintah daerah.

Berdasarkan Survasi Demografi Kependudukan Indonesia 2012, AKI Indonesia adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup, padahal target MDG’s adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara AKB Indonesia adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan target MD’s 23 per 1.000 kelahiran hidup.

"Sejak 2010 hingga 2014, tren jumlah kematian ibu dan bayi di Jawa Barat menurun meski tidak signifikan," ucap Luqman Yanuar dari Dinas Kesehatan Jabar Bagian Kesehatan Keluarga dan Gizi saat Workshop Advokasi Penyelamatan Ibu dan Anak di Hotel Sukajadi Bandung, Jumat (21/8/2015).

Namun, dia tak menutup kemungkinan data yang diberikan kabupaten/kota seluruh Jabar tidak bagus atau ada yang disembunyikan. Jika demikian, dia khawatir justru pada 2015 atau 2016 akan jumlah kasus malah meningkat lagi.

"Bisa saja tren beberapa tahun ini menurun, tapi jika ada yang disembunyikan, tiba-tiba meningkat lagi," tuturnya.

Dia menyebutkan, jumlah kematian ibu pada 2010 sebanyak 804 kasus, pada 2011 sebanyak 850 kasus, pada 2012 sebanyak 804 kasus, pada 2013 sebanyak 781 kasus, dan pada 2014 sebanyak 748 kasus. Sementara jumlah kematian anak pada 2010 sebanyak 4.982 kasus, pada 2011 sebanyak 5.142 kasus, pada 2012 sebanyak 4.803 kasus, pada 2013 sebanyak 4.306 kasus, dan pada 2014 sebanyak 3.979 kasus.

Berdasarkan daerah, kata Luqman, jumlah kematian ibu tertinggi di Kabupaten Bogor (71 kasus), Kabupaten Karawang (59 kasus), Kabupaten Indramayu (54 kasus), Kabupaten Cirebon (49), Kabupaten Cianjur (49), dan Kabupaten Bandung (48). "Bogor masih tertinggi karena jumlah penduduknya juga paling besar," katanya.

Sementara jumlah kematian bayi, ungkapnya, Kabupaten Sukabumi menempati urutan pertama dengan 403 kasus, Kabupaten Indramayu (308 kasus), Kabupaten Tasikmalaya (298 kasus), Kabupaten Garut (217 kasus), Kabupaten Bogor (216 kasus), dan Kabupaten Cirebon (206 kasus).

"Pada bayi, kami masih disibukkan dengan bayi berat lahir rendah di bawah 2.500 gram (31 persen), asfiksia (gangguan pernapasan, 23 persen), dan bayi lahir cacat bawaan," katanya. Sementara penyebab kematian ibu, tertinggi diakibatkan hipertensi dalam kehamilan sebesar 31 persen, perdarahan (30 persen), infeksi (4 persen), partus lama (1 persen), dan lain-lain (34 persen).

Selain itu, ada pula penyebab tidak langsung yang mendorong tingginya angka kematian, yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu rapat. Kemudian, tiga telat, yaitu telat memutuskan, telat dibawa ke faskes, dan telat penanganan. "Jika 4 terlalu dan 3 terlambat itu terjadi, risiko tinggi kematian pada ibu dan bayu," ucapnya.

Namun, menurut dia, sejak USAID meluncurkan program Si Jari Emas (Sistem Informasi dan Komunikasi untuk Rujukan Expanding Maternal dan Neonatal Survival), AKI dan AKB mulai ada penurunan. Namun, penurunan belum begitu signifikan karena baru lima kabupaten yang mendapat intervensi Emas.

"Kelima kabupaten itu, yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Bogor," ucapnya.

Provincial Program Manager Emas Jabar, Endang Iradati, didampingi konsultan media Sulhan, menyebutkan, setelah kelima kabupaten tersebut, pihaknya akan melakukan replikasi program ini di lima kabupaten lainnya.

sumber : www.pikiran-rakyat.com

author

Leave a reply "Penurunan Kematian Ibu dan Bayi di Jabar tidak Signifikan"